Cita-cita menjadi dokter anak memang sudah sedari kecil. Malahan ketika lulus kelas enam SDN di Sidoarjo, dalam buku kenangan cita-cita saya tulis ingin menjadi dokter anak. Mengapa cita-cita itu sudah melekat sedari kecil? Apakah permintaan orang tua, ikut teman-teman, atau pengaruh dari mana?
Terus terang, cita-cita itu bukan paksaan dari orang tua. Tetapi atas peristiwa yang melekat pada diri saya ketika kecil. Saya sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, ketika usia sekolah TK, kebetulan tinggal di tempat kontrakan di daerah yang sangat padat. Dan boleh dikatakan lingkungan yang kurang sehat. Hanya berjarak enam meter dari rel kereta api di Surabaya.
Orang tua saya PNS dan ibu saya guru matematika di salah satu SMPN favorit di Surabaya. Karena kedua orang tua saya sama-sama anak pertama, dan harus membiayai adik-adiknya kuliah terpaksa harus mencari kontrakan yang murah. Tapi dekat tempat kerja, agar bisa berhemat.
Sejak kecil di rumah tidak ada pembantu. Saya diasuh oleh kedua orang tua saya sendiri. Dan juga kebaikan tetangga yang ikut menjaga saya ketika orang tua kerja. Ketika sekolah TK itulah, kebetulan saya sering sakit batuk dan panas. Sudah dibawa ke dokter umum yang praktek di dekat rumah, tapi tidak sembuh-sembuh. Untungnya dokter yang merawat saya sedang kuliah PPDS anak. Akhirnya disarankan untuk periksa di RSUD Dr Soetomo.
Betul sekali. Kecurigaan dokter terbukti. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium saya dinyatakan kena TB (Tuberculosis). Dan harus minum obat selama sekitar satu tahun ketika itu. Dan sebulan sekali harus periksa secara rutin. Karena orang tua mempunyai pendidikan yang cukup (bapak sarjana UGM dan ibu diploma IKIP Sanata Dharma Jogyakarta kemudian melanjutkan sarjana di Surabaya), tentu sangat taat atas nasehat dokter. Apalagi saya anak pertama. Sehingga setiap bulan saya dibawa periksa dan minum obat tidak pernah lupa. Hasilnya, saya dinyatakan sembuh.
Karena setiap bulan periksa dokter dan harus ke rumah sakit itulah, kemudian saya melihat profesi dokter anak rasanya sangat menarik. Mengobati anak sakit dari perbagai penyakit. Dan banyak orang tua menyerahkan pengobatan putra-putrinya dan berharap akan mendapat kesembuhan melalui kepandaian dokter anak.
Karena lingkungan juga sangat berpengaruh, sejak kecil saya sudah suka belajar. Dan tidak terlalu suka interaksi atau main dengan teman sebaya. Kalau main hanya sebatas waktunya main-main saja. Tidak sampai lupa waktu. Selain kedua orang tua saya sangat disiplin. Kesukaan saya belajar, salah satunya dipicu ketika ibu saya kalau pagi (kebetulan ibu mengajar kelas siang) memberi les privat matematika kepada murid-muridnya yang kurang di ruang tamu rumah kontrakan. Tentu sudah seijin sekolah untuk diberikan pelajaran tambahan.
Ketika ibu saya mengajar itulah, saya sering ikut duduk di samping ibu saya. Juga ikut belajar membaca, menulis dengan murid-murid ibu ketika ibu harus ke dapur karena sambil memberi les ibu juga disambi memasak. Dari situ saya kemudian suka sekali pelajaran ilmu pasti seperti matematika dsb.
Dari kesukaan belajar itulah, ketika SDN Airlangga V saya termasuk murid yang cukup menonjol dalam pelajaran. Dan kalau sore ngaji di Masjid Kertajaya dengan naik sepeda. Sampai tamat dan diwisuda. Kelas empat SD, orang tua saya pindah ke Sidoarjo karena dapat rumah secara kredit. Namun orang tua tetap kerja di Surabaya. Sehingga harus naik kendaraan umum setiap hari kalau bekerja. Saya juga akhirnya ikut pindah sekolah di SDN Pucang III Sidoarjo. Alhamdulillah saya selalu mendapat juara kelas.
Ketika masih SD ini saya juga sudah suka pelajaran bahasa Inggris. Oleh sebab itu saya habis sekolah langsung kursus di lembaga kursus. Demikian juga ketika sekolah di SMPN I Sidoarjo habis sekolah saya terus ikut kursus bahasa Inggris. Sampai di rumah biasanya sudah waktunya Magrib. Ketika sekolah dan kursus saya selalu naik kendaraan umum. Namun karena semangat belajar ketika di SMPN Sidoarjo itulah, saya juga selalu juara kelas.
Setelah masuk ke SMAN V Surabaya, betul-betul saya harus berhadapan dengan para siswa terbaik berkumpul di SMA ini. Tapi cita-cita saya untuk menjadi dokter anak tidak pernah surut. Oleh sebab itu persiapan untuk test masuk selalu saya siapkan. Sampai orang tua mendatangkan guru les di rumah ketika saya kelas tiga.
Orang tua saya bilang, ketika saya lulus SMA,”Kamu tidak boleh kuliah dekat orang tua. Cari kampus yang jauh. Agar kamu bisa mandiri.” Waktu itu saya sempat protest, saya menganggap orang tua terlalu kejam kepada anak. Karena orang tua mengharuskan saya kuliah yang jauh. Namun berkat pemahamannya kepada saya, akhirnya saya mendaftar di FKUI.
Alhamdulillah akhirnya saya diterima. Dan lulus dari FKUI tahun 2011 dan melanjutkan ke Belanda untuk mengambil master ilmu kesehatan di University of Twente di kota Enschede, Belanda dengan beasiswa dan lulus mendapat gelar M.Sc. tahun 2012. Kelebihan saya dalam penguasaan bahasa Inggris sangat bermanfaat ketika mencari beasiswa belajar ke luar negeri. Saya selalu ingat pesan orang tua saya,”Kalau kamu ingin maju cara berpikir dan bertindakmu harus satu langkah di depan teman-temanmu.”
Dan betul itu sangat saya rasakan. Setelah lulus dari Belanda itulah tentu sangat memudahkan kemudian ketika masuk dan test untuk meneruskan PPDS Anak juga di FKUI. Dan setelah lulus sebagai dokter spesialis anak pada akhir tahun 2019 saya kemudian mengabdi menjadi dokter anak di rumah sakit pemerintah Provinsi Jawa Timur Dr Soedono Madiun. Saya ingin membantu kesembuhan anak-anak dari orang tua yang kebetulan memberikan kepercayaan kesembuhan putra-putrinya kepada saya. Sama ketika orang tua saya dulu pernah mempercayakan untuk kesembuhan putri tercintanya kepada dokter anak.