Editor: Agung Muhammad Fatwa

Ilustrasi virus corona. Shutterstock/dok
Oleh dr. Melati Arum Satiti, SpA, MSc*
Saat ini masyarakat dibuat resah oleh berita-berita di media mainstream dan media sosial mengenai infeksi virus corona yang dapat menyerang anak maupun dewasa. Namun, apakah masyarakat sudah membaca berita dari sumber yang benar?
Jika sudah membaca sumber yang benar, apakah masyarakat bisa memahami maksud yang disampaikan? Berangkat dari kekhawatiran ini, penulis ingin mengajak orang tua untuk lebih mengenal virus corona. Seperti kata pepatah “tak kenal maka tak sayang” atau bisa kita plesetkan sedikit menjadi “tak kenal maka tak tahu cara pencegahan dan penyembuhan”.
Sebuah literatur tahun 2006 melaporkan terdapat beberapa virus penyebab infeksi saluran napas atas pada anak, yaitu rhinovirus (25–30%); parainfluenza, influenza, metapneumovirus dan adenovirus (25–35%); corona (10%); dan sisanya adalah virus lain yang belum teridentifikasi. Disebut virus corona karena memiliki bentuk seperti mahkota atau crown dalam bahasa Inggris.
Sementara itu, novel coronavirus (nCOV) merupakan sebutan untuk galur baru dari virus corona yang belum pernah ditemukan pada manusia. Virus corona yang pernah teridentifikasi sebelumnya antara lain MERS–CoV (2012) dan SARS–CoV (2003). World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa definisi dari coronavirus disease atau COVID–19 adalah penyakit yang disebabkan oleh nCOV. Sementara itu, virus yang menyebabkan COVID–19 adalah severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS–CoV–2).
Virus SARS–CoV–2 ditemukan pertama kali di Wuhan, China pada Desember 2019. Selanjutnya, pada 11 Februari 2020, Chinese Center of Disease Control Prevention menemukan 44.672 kasus positif terinfeksi SARS–CoV–2, dengan rentang usia terbanyak 30–79 tahun (87%). Sementara itu, jumlah pasien anak hanya sebesar 2% dari total kasus.
Penularan virus terjadi melalui droplets atau percikan yang berasal dari batuk atau bersin. Dalam hal ini, penularan secara langsung dapat terjadi apabila seseorang batuk di depan orang lain tanpa menutup mulut dalam jarak yang dekat. Sementara itu, penularan secara tidak langsung dapat terjadi melaui tangan yang terkontaminasi droplet, kemudian menyentuh area wajah sehingga membantu penyebaran virus.
Gejala dan Karakter Virus Corona atau COVID–19
Gejala yang ditemukan pada penderita COVID–19 sebetulnya sama seperti orang common cold, atau yang biasa kita sebut flu. Pada beberapa pasien, ditemukan gejala terbanyak adalah demam dengan suhu di atas 38 derajat C (78% kasus) dan batuk (76% kasus). Selain itu, ditemukan juga gejala lain, seperti nyeri tenggorokan, lemas, dan sesak napas.
Diagnosis pasti COVID–19 ditetapkan apabila ditemukan virus SARS–CoV–2 dalam spesimen usapan tenggorok. Tentunya, pemeriksaan tersebut harus menggunakan teknik yang benar dan dilakukan oleh petugas laboratorium yang terlatih. Dalam hal ini, seseorang juga dapat terinfeksi SARS–CoV–2 (hasil usapan tenggorok positif), namun tidak bergejala, atau disebut asymptomatic.
Mayoritas gejala yang dilaporkan, yakni sebesar 81%, adalah gejala ringan. Dalam hal ini, sebagian besar kasus dengan gejala ringan dilaporkan sembuh sehingga dapat dikatakan angka kematian mencapai 0% pada kasus dengan gejala ringan dan berat. Sementara itu, angka kematian sebesar 2,3% ditemukan hanya pada kasus yang kritis pada kelompok usia ≥ 70 tahun dan kelompok yang memiliki penyakit penyerta.
Corona menyerang kelompok usia ≥ 70 tahun dan kelompok yang memiliki penyakit penyerta karena cenderung memiliki sistem imun yang lebih lemah. Penyakit penyerta yang ditemukan pada kasus kritis penderita corona, antara lain penyakit jantung, diabetes, penyakit paru kronik, hipertensi, dan kanker. Sementara itu, orang–orang dengan imun sistem yang baik diharapkan dapat sembuh dengan sendirinya, sesuai dengan imbauan Menteri Kesehatan RI.
Pada 2 Maret 2020, WHO melaporkan ditemukan sebanyak 88.948 kasus positif terinfeksi SARS–CoV–2. Dalam hal ini, angka kematian ditemukan sebanyak 3.043 kasus (3,4%). Angka kematian tersebut meningkat sejak 11 Februari 2020, namun Menteri Kesehatan RI menginformasikan bahwa angka kematian COVID–19 masih lebih rendah dibandingkan angka kematian karena flu.
Selanjutnya, pada 3 Maret 2020, WHO melaporkan bahwa angka kesembuhan COVID–19 mencapai 52%. Namun, masyarakat masih belum puas dengan angka kesembuhan yang diumumkan karena masih tersisa 44,6% yang terinfeksi. Sebagai catatan, perlu diketahui bahwa 81% kasus yang dilaporkan memiliki gejala ringan dan mayoritas kasus gejala ringan dilaporkan sembuh. Dengan demikian, mayoritas dari kelompok 44,6% tersebut diharapkan akan menambah angka kesembuhan di masa yang akan datang.
Kontroversi Virus Corona di Masyarakat dan Cara Menyikapinya
Pada 2 Maret 2020, Presiden RI mengumumkan bahwa 2 orang positif terinfeksi virus SARS–CoV–2. Situasi seperti ini kemudian dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk tujuan bisnis. Contohnya, kasus masker yang kini menjadi barang yang paling dicari. Perasaan panik membuat masyarakat berani membeli dengan harga yang lebih mahal. Akhirnya, banyak oknum yang menimbun masker dan terjadi kelangkaan barang.
Penjualan masker dengan harga yang tinggi sudah terjadi sejak Januari 2020. Hal ini tentunya sangat merugikan masyarakat, terutama golongan yang kurang mampu. Masker seharusnya digunakan oleh orang yang sakit, sebagai upaya pencegahan penularan. Oleh sebab itu, masyarakat yang sakit dan tidak mampu membeli masker berpotensi untuk menularkan kepada lingkungan sekitarnya, sehingga rantai penyakit akan berlanjut dalam lingkungan orang tersebut. Sebagai upaya mengatasi fenomena ini, pada 3 Maret 2020 pemerintah mulai mengambil sikap dengan memberikan sanksi kepada oknum-oknum yang menimbun masker.
Selain masker, masyarakat juga berbondong–bondong membeli hand sanitizer sebagai upaya pencegahan penularan. Hal ini juga menyebabkan kelangkaan barang, sama seperti kasus masker. Selain itu, muncul informasi yang beredar bahwa hand sanitizer merek tertentu lebih efektif menghilangkan virus. Menanggapi hal ini, CDC menyatakan bahwa hand sanitizer yang mengandung alkohol paling tidak 60% dapat digunakan untuk mengurangi jumlah kuman. Dengan demikian, merek apapun yang digunakan tidak menjadi masalah.
Dibandingkan menggunakan hand sanitizer, mencuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir sebenarnya lebih efisien mengurangi kuman. Hal ini karena hand sanitizer tidak efektif mengurangi sejumlah kuman, seperti Cryptosporidium, Norovirus, dan Clostridium Difficile. Oleh sebab itu, bagi masyarakat yang tidak dapat membeli hand sanitizer, tidak perlu khawatir karena mencuci tangan terbukti lebih efektif dalam mengurangi kuman.
Tidak dapat kita hindari bahwa pada era kemajuan teknologi yang pesat ini, informasi dapat diakses masyarakat dengan cepat. Oleh sebab itu, untuk mengurangi kepanikan akibat berita-berita yang belum pasti kebenarannya, hal utama yang harus dilakukan adalah tetap tenang dalam menerima infromasi yang beredar. Carilah informasi dari sumber terpercaya, kemudian telaah informasi tersebut dengan benar. Selain itu, jaga kesehatan supaya sistem imun tubuh kuat karena sistem imun yang baik dapat secara alami melawan infeksi virus SARS–CoV–2.

Sejumlah warga membeli masker dan cairan pembersih tangan (hand sanitizer) di Pasar Pramuka, Jakarta, Senin (2/3/2020). Harga masker dan ‘hand sanitizer’ di sentra alat kesehatan tersebut mengalami lonjakan dari 600 persen hingga 1.400 persen akibat permintaan konsumen yang meningkat drastis setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan dua warga Kota Depok positif terinfeksi virus corona. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Lebih lanjut, Kementerian Kesehatan mengimbau untuk menjaga konsumsi gizi seimbang, istirahat yang cukup, dan olahraga. Disarankan juga untuk mengonsumsi makanan yang sudah dimasak dan hindari kontak dengan hewan untuk sementara waktu. Selain itu, gunakan masker bila terdapat gejala seperti yang disebutkan di atas atau dalam kondisi pemulihan.
Center of Disease Control (CDC) melaporkan angka penularan tertinggi ditemukan pada kasus penderita yang menunjukkan gejala corona. Dengan demikian, orang yang sehat tidak diimbau untuk menggunakan masker. Selain itu, jangan lupa menjaga kebersihan dengan cara mencuci tangan dengan sabun untuk mencegah penularan, menggunakan metode cuci tangan 6 langkah sesuai rekomendasi WHO.
Demikian beberapa hal tentang virus corona yang diharapkan dapat memberikan sedikit pencerahan kepada masyarakat yang sedang mengalami kepanikan. Virus memiliki kecenderungan untuk bermutasi atau muncul dengan wajah baru. Oleh karena itu, pemerintah, tenaga kesehatan, peneliti, dan masyarakat dituntut untuk dapat terus bekerja sama saat virus tersebut muncul dengan wajah baru.
*Dokter Spesialis Anak, Alumni Universitas Indonesia (Master Health Technology Assessment, Universiteit Twente Belanda).
**Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Referensi
- Simoes E, Cherian T, Chow J, Shahid–salles S, Laxminarayan R, John TJ. Acute respiratory infection in children. Dalam: Jamison DT, Breman JG, Measam AR, et al, penyunting. Disease Control Priorities in Developing Countries. Edisi ke–2. Washington DC: The International Bank for Reconstruction and Development; 2006. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK11786/
- World Health Organization. Naming the coronavirus disease (COVID–19) and the virus that causes it. Geneva: World Health Organization. 2020. [diakses pada Maret 2020]. Tersedia di https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/technical-guidance/naming-the-coronavirus-disease-(covid-2019)-and-the-virus-that-causes-it
- Sun P, Lu X, Xu C, Sun W, Pan B. Understanding of COVID–19 based on current evidence. J Med Virol. 2020:1–16. Doi: 10.1002/jmv.25722.
- Wu Z, McGoogam JM. Characteristic of and important lessons from the coronavirus disease 2019 (COVID–19) outbreak in China: summary of a report of 72314 cases from the Chinese center for disease control and prevention. JAMA. 2020:1–4. Doi: 10.1001/jama.2020.2648.
- World Health Organization. Report of the who–china joint mission on coronavirus disease 2019 (COVID–19 ). Geneva: World Health Organization. 2020. [diakses pada Maret 2020]. Tersedia di: https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/who-china-joint-mission-on-covid-19-final-report.pdf
- World Health Organization. Coronavirus disease (COVID–2019): situation report. Geneva: World Health Organization. 2020. [diakses pada Maret 2020]. Tersedia di: https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200302-sitrep-42-covid-19.pdf?sfvrsn=63a4f9f2_2
- Center of Disease Control and Prevention. Coronavirus Disease 2019 (COVID–19): how it spreads. United states: Center of Disease Control and Prevention. 2020. [diakses pada Maret 2020]. Tersedia di: https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/about/transmission.html
- Center of Disease Control and Prevention. Handwashing: clean hands save lives on whem & how to use hand sanitizer. United states: Center of Disease Control and Prevention. 2019. [diakses pada Maret 2020]. Tersedia di: https://www.cdc.gov/handwashing/show-me-the-science-hand-sanitizer.html#one